metropadang.com | Ribuan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (Sumbar) menggelar aksi besar-besaran di Gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat untuk menentang revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Para pengunjuk rasa menilai bahwa revisi ini berpotensi merusak reformasi militer dan mengancam demokrasi yang telah lama dibangun di Indonesia.
Aksi yang dimulai sejak pukul 11.00 WIB ini dipusatkan di Simpang Tugu Adipura, yang terletak tidak jauh dari gedung DPRD Sumbar. Ribuan mahasiswa, aktivis sipil, dan berbagai elemen masyarakat lainnya berkumpul dengan satu tujuan yaitu menolak revisi UU TNI yang dianggap sebagai langkah mundur dalam proses demokratisasi dan supremasi sipil atas militer.
Para pengunjuk rasa menyampaikan kekhawatiran mereka bahwa revisi ini bisa membuka peluang bagi pengembalian dwifungsi ABRI yang selama ini menjadi salah satu sumber utama masalah dalam hubungan sipil-militer di Indonesia.
Dalam orasi yang penuh semangat, salah seorang orator berteriak, “Kami tidak akan diam! Revisi ini adalah kemunduran bagi reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata. Negara ini telah berjuang keras untuk mengurangi pengaruh militer dalam kehidupan politik, dan kini kita dihadapkan pada ancaman yang sama. Kami menuntut pembatalan revisi UU TNI!” Sorakan massa semakin menggema seiring dengan pernyataan tersebut, menandakan betapa seriusnya mereka dalam menanggapi isu ini.
Seiring berjalannya waktu, aksi semakin memanas ketika pengunjuk rasa mulai memblokir Jalan S. Parman, yang menyebabkan kemacetan panjang dan mengganggu arus lalu lintas dari Jalan Hamka menuju pusat kota Padang.
Polisi tampak menjaga keamanan di sekitar lokasi, namun aksi tetap berlangsung damai tanpa insiden besar. Para peserta aksi tetap fokus pada tuntutannya, dengan menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI yang mereka anggap berpotensi merusak fondasi demokrasi.
Tak lama setelah aksi semakin membesar, pimpinan DPRD Sumbar akhirnya turun menemui massa. Wakil Ketua DPRD Sumbar, Muhammad Iqra Chissa, bersama Nanda Satria, menyatakan bahwa mereka akan membawa tuntutan tersebut ke DPR RI. “Kami berjanji akan menyampaikan tuntutan ini ke pusat karena ini adalah masalah yang sangat penting bagi negara kita. Kami memiliki semangat yang sama untuk menjaga reformasi, dan kami akan terus berjuang di jalur yang benar,” ujar Iqra Chissa di hadapan massa, yang disambut dengan tepuk tangan dan sorakan dukungan.
Aksi ini juga dihadiri oleh perwakilan mahasiswa Universitas Andalas yang turut memperkuat perjuangan menentang revisi UU TNI. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Tolak Militerisasi Sipil!” dan “Reformasi Bukan untuk Dikhianati!”, yang menggambarkan dengan jelas sikap tegas mereka terhadap kebijakan yang dianggap berbahaya bagi masa depan demokrasi Indonesia. Selain itu, Pelaksana Tugas Sekretaris DPRD Sumbar, Miafrizon, dan Kasubag Humas, Publikasi, Protokol, dan Perpustakaan Sekretariat DPRD Sumbar, Dahrul Idris, juga hadir untuk mendampingi pimpinan DPRD dalam merespons tuntutan pengunjuk rasa.
Meski pimpinan DPRD telah berjanji untuk menyampaikan aspirasi tersebut ke DPR RI, massa aksi menegaskan bahwa perlawanan mereka belum selesai. “Kami tidak akan berhenti di sini. Jika revisi ini tetap dipaksakan, maka kami akan kembali turun ke jalan dengan aksi yang lebih besar!” tegas salah seorang perwakilan mahasiswa, menandakan bahwa perjuangan mereka akan terus berlanjut.
Aksi ini menjadi sinyal tegas bahwa masyarakat Sumatera Barat tidak akan membiarkan reformasi militer yang sudah dicapai tergerus begitu saja. Mereka tetap bersemangat untuk mempertahankan demokrasi sebagai harga mati yang harus dijaga dengan segenap kekuatan. Kini, sorotan tertuju pada DPR RI Akankah mereka mendengarkan aspirasi rakyat atau justru membiarkan kemunduran kembali terjadi di Indonesia? (*)