Sejarah Desa Kubang Utara Sikabu, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat

0
749

Rahma Alia Lubis
Universitas Andalas

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejarah Desa Kubang Utara Sikabu di Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan sejarah melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Informan penelitian adalah tokoh masyarakat Bapak Yusril dan Bapak Rudi yang memiliki pengetahuan mendalam tentang sejarah desa. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan dengan triangulasi sumber dan metode untuk memastikan keabsahan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Kubang Utara Sikabu terbentuk melalui proses sejarah yang panjang, dimulai dari delapan jorong yang kemudian mengalami pemekaran menjadi beberapa desa. Desa ini awalnya bernama Desa Sikabu yang merupakan penggabungan dari Desa Guguak Pauh dan Desa Sikabu Kanagarian Kubang pada tahun 1987. Seiring perkembangan zaman dan perubahan administratif, desa ini berganti nama menjadi Kubang Utara Sikabu dengan enam dusun yaitu Pondok Batu Dalam, Mata Air, Padang Elok, Sumpahan, Air Gantang, dan Luak Badai Indah. Sejarah pembentukan desa ini tidak terlepas dari konteks sejarah Sawahlunto sebagai kota tambang pada masa kolonial Belanda yang mempengaruhi struktur pemerintahan dan demografis wilayah.
Keywords: sejarah desa, Kubang Utara Sikabu, Sawahlunto, pemerintahan nagari, Sumatera Barat
ABSTRACT
This study aims to examine the history of Kubang Utara Sikabu Village in Lembah Segar District, Sawahlunto City, West Sumatra Province. The research method used is qualitative with a historical approach through in-depth interviews, observation, and documentation. Research informants are community leaders Mr. Yusril and Mr. Rudi who have deep knowledge about village history. Data analysis techniques use data reduction, data display, and conclusion drawing with source and method triangulation to ensure data validity. The research results show that Kubang Utara Sikabu Village was formed through a long historical process, starting from eight jorong which then underwent expansion into several villages. This village was originally named Sikabu Village which was a merger of Guguak Pauh Village and Sikabu Village Kanagarian Kubang in 1987. Along with the development of the times and administrative changes, this village changed its name to Kubang Utara Sikabu with six hamlets namely Pondok Batu Dalam, Mata Air, Padang Elok, Sumpahan, Air Gantang, and Luak Badai Indah. The history of village formation is inseparable from the historical context of Sawahlunto as a mining city during the Dutch colonial period which influenced the governmental structure and demographics of the region.
Keywords: village history, Kubang Utara Sikabu, Sawahlunto, nagari government, West Sumatra

PENDAHULUAN

Sejarah desa merupakan bagian penting dari kajian sejarah lokal yang memberikan pemahaman mendalam tentang perkembangan masyarakat di tingkat grassroot. Dalam konteks Indonesia, sejarah desa mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya yang terjadi di tingkat paling dasar dari struktur pemerintahan. Desa sebagai unit administratif terkecil memiliki peranan strategis dalam pembangunan nasional dan menjadi fondasi bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Kartodirdjo, 2019).
Provinsi Sumatera Barat memiliki keunikan tersendiri dalam sistem pemerintahan desa yang dikenal dengan istilah nagari. Sistem nagari merupakan warisan budaya Minangkabau yang telah berlangsung selama berabad-abad sebelum Indonesia merdeka. Muhammad Zico dkk. (2025) Nagari bukan sekadar unit administratif, tetapi juga merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik dan kekhasan tersendiri. Dalam perjalanan sejarahnya, sistem nagari mengalami berbagai perubahan seiring dengan dinamika politik dan kebijakan pemerintah pusat.
Kota Sawahlunto sebagai salah satu kota di Sumatera Barat memiliki sejarah yang unik dan menarik untuk dikaji. Sawahlunto merupakan kota yang terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang dan dikenal sebagai kota penghasil batu bara sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Kota ini didirikan pada tahun 1888 dan sempat mati setelah penambangan batu bara dihentikan, namun kini berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik.
Transformasi Sawahlunto dari desa kecil menjadi kota tambang yang mendunia tidak dapat dipisahkan dari penemuan cadangan batu bara oleh para geolog Belanda pada abad ke-19. Dahulu, Sawahlunto adalah desa kecil yang dikelilingi jenggala tak bertuan. Metamorfosis Sawahlunto sebagai sebuah kota tambang dimulai pada medio akhir abad ke-19 ketika ahli geologi Belanda, Willem Hendrik de Grave, menemukan cadangan batu bara di Sawahlunto. Penemuan ini mengubah drastis lanskap geografis, demografi, dan struktur sosial masyarakat di wilayah tersebut.
Dalam konteks perkembangan Sawahlunto sebagai kota tambang, berbagai desa dan nagari di sekitarnya juga mengalami transformasi yang signifikan. Salah satu desa yang menarik untuk dikaji adalah Desa Kubang Utara Sikabu yang terletak di Kecamatan Lembah Segar. Desa ini memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan dinamika perubahan sistem pemerintahan dari nagari menjadi desa, serta pengaruh industri pertambangan terhadap struktur sosial masyarakat.
Sejarah Desa Kubang Utara Sikabu tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarah pembentukan dan perkembangan Kota Sawahlunto secara keseluruhan. Desa ini mengalami berbagai perubahan nama, struktur administratif, dan pembagian wilayah yang mencerminkan dinamika politik dan kebijakan pemerintahan di tingkat lokal dan nasional. Proses transformasi dari sistem nagari tradisional ke sistem desa modern memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat lokal beradaptasi dengan perubahan zaman.
Beberapa penelitian terdahulu telah mengkaji aspek sejarah dan perkembangan Kota Sawahlunto serta dinamika pemerintahan di wilayah Sumatera Barat. Penelitian-penelitian ini memberikan landasan teoretis dan empiris untuk memahami konteks sejarah Desa Kubang Utara Sikabu dalam kerangka yang lebih luas.
Penelitian pertama dilakukan oleh Asoka, Samry, Zubir, & Zulqayyim (2016) dalam karya berjudul “Sawahlunto dulu, kini, dan esok: Menjadi kota wisata tambang yang berbudaya”. Penelitian ini mengkaji transformasi Kota Sawahlunto dari masa kolonial hingga era modern.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sawahlunto memiliki posisi geografis strategis yang terletak pada ketinggian antara 250-650 meter di atas permukaan laut dengan kondisi topografis yang berbukit dan berlembah. Penelitian ini juga mengungkap bahwa “kota lama” Sawahlunto yang memiliki luas 779,6 Ha mulai terbentuk seiring dengan pembukaan areal tambang batu bara, sementara “kota baru” merupakan hasil pemekaran pada tahun 1990 dengan luas mencapai 27.347,7 Ha.
Temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa perkembangan Sawahlunto sebagai kota tambang melahirkan suatu peradaban baru yang mempengaruhi struktur sosial dan administratif wilayah-wilayah di sekitarnya, termasuk desa-desa yang kemudian menjadi bagian dari Kota Sawahlunto.
Penelitian kedua dilakukan melalui dokumentasi resmi yang tersedia di situs desa (kubangutarasikabu.desa.id) yang mengungkap sejarah pembentukan Desa Kubang Utara Sikabu. Penelitian ini menunjukkan bahwa asal usul terbentuknya desa ini merupakan pecahan dari desa yang ada di Kanagarian Kubang. Desa Sikabu terbentuk dari gabungan Desa Guguak Pauh dan Desa Sikabu Kanagarian Kubang pada tahun 1987.
Temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa desa ini mengalami perubahan nama dari Desa Sikabu menjadi Desa Kubang Utara Sikabu seiring dengan perluasan Kota Sawahlunto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990. Penelitian ini juga mengidentifikasi perkembangan jumlah dusun dari empat dusun awal menjadi enam dusun pada tahun 2010, yang mencerminkan pertumbuhan penduduk dan pembangunan wilayah.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Muhammad Zico dkk. (2025) dalam jurnal “Tradisi, Adat dan Kebudayaan di Desa Talawi Hilie, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat”. Meskipun fokus penelitian ini pada Desa Talawi Hilie, namun memberikan konteks penting tentang dinamika budaya dan tradisi di wilayah Sawahlunto. Penelitian ini menggunakan metode etnografis dan wawancara untuk mengidentifikasi tiga komponen utama budaya lokal yaitu kajian fikih di Surau Gadang, kesenian Randai Alang Babega, dan situs makam Syekh Tompuo Sakati. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Sawahlunto memiliki kearifan lokal yang kuat dalam melestarikan budaya warisan nenek moyang secara turun-temurun, yang memberikan gambaran tentang karakteristik masyarakat di wilayah Sawahlunto secara umum.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2025 dengan tokoh masyarakat Bapak Yusril dan Bapak Rudi di Sawahlunto, diperoleh informasi mendalam tentang sejarah Desa Kubang Utara Sikabu yang belum pernah didokumentasikan secara akademis sebelumnya. Informasi yang diperoleh mencakup sejarah nama-nama dusun, proses pembentukan desa, perubahan struktur administratif, dan cerita rakyat yang menjadi asal usul penamaan wilayah.
Hasil wawancara mengungkap bahwa dusun-dusun yang ada saat ini memiliki urutan sejarah pembentukan yang dimulai dari Dusun Mata Air sebagai dusun tertua, diikuti oleh Padang Elok, Sumpahan, Pondok Batu Dalam, Air Gantang, dan terakhir Luak Badai Indah. Setiap dusun memiliki cerita dan latar belakang sejarah yang unik, seperti Dusun Sumpahan yang berkaitan dengan kisah seorang pemburu yang menyumpahi anjingnya, dan Dusun Air Gantang yang dinamai berdasarkan penemuan sumber air yang berukuran segantang. Informasi penting lainnya yang diperoleh adalah tentang Batang Sikabu yang menjadi asal usul nama desa. Menurut narasumber, Batang Sikabu merupakan sumber mata air yang dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan membangun dua buah bak mandi. Pemanfaatan sumber air ini dilakukan melalui perjanjian sewa dengan keluarga setempat, yang menunjukkan adanya interaksi antara pemerintah kolonial dengan masyarakat lokal.
Aspek lain yang terungkap adalah dinamika perubahan struktur pemerintahan dari sistem nagari menjadi desa. Awalnya wilayah ini merupakan satu nagari Kubang dengan delapan jorong, yang kemudian mengalami transformasi menjadi empat desa, kemudian lima desa pada tahun 1980-an, dan akhirnya menjadi tiga desa pada tahun 1991. Proses pemekaran ini mencerminkan adaptasi masyarakat lokal terhadap perubahan kebijakan pemerintah pusat terkait sistem pemerintahan desa. Meskipun telah ada beberapa penelitian tentang sejarah Sawahlunto dan dinamika pemerintahan di Sumatera Barat, masih terdapat kesenjangan penelitian yang signifikan terkait sejarah desa-desa spesifik di wilayah Sawahlunto. Penelitian terdahulu cenderung fokus pada aspek makro seperti sejarah kota secara keseluruhan atau dinamika sistem nagari secara umum, namun belum ada yang mengkaji secara mendalam sejarah pembentukan dan perkembangan desa-desa spesifik seperti Desa Kubang Utara Sikabu.
Kesenjangan pertama terletak pada kurangnya dokumentasi akademis tentang sejarah lokal di tingkat desa. Sebagian besar informasi sejarah masih tersimpan dalam memori kolektif masyarakat dan belum terdokumentasi secara sistematis. Hal ini berpotensi menyebabkan hilangnya informasi sejarah yang berharga seiring dengan berjalannya waktu dan pergantian generasi. Kesenjangan kedua adalah minimnya kajian tentang proses transformasi dari sistem nagari tradisional ke sistem desa modern di tingkat mikro. Meskipun ada penelitian tentang sistem nagari secara umum, belum ada yang mengkaji secara spesifik bagaimana proses transformasi ini terjadi di tingkat desa dan bagaimana masyarakat lokal meresponnya.
Kesenjangan ketiga adalah kurangnya penelitian yang mengintegrasikan sejarah oral dengan data dokumenter dalam mengkaji sejarah desa. Sebagian besar penelitian terdahulu hanya mengandalkan satu jenis sumber data, sehingga belum memberikan gambaran yang komprehensif tentang sejarah desa. Fokus penelitian ini adalah mengkaji sejarah Desa Kubang Utara Sikabu secara komprehensif dengan mengintegrasikan sejarah oral dari tokoh masyarakat dengan data dokumenter yang tersedia. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena menggunakan pendekatan mikro-historis yang fokus pada satu desa spesifik, mengombinasikan metode sejarah oral dengan analisis dokumen, dan memberikan perhatian khusus pada proses transformasi struktur pemerintahan dari nagari ke desa.
Desa Kubang Utara Sikabu memiliki konteks khusus yang membuatnya menarik untuk dikaji secara akademis. Pertama, desa ini merupakan representasi dari dinamika perubahan sistem pemerintahan di Sumatera Barat yang mengalami transformasi dari sistem nagari tradisional ke sistem desa modern. Kedua, lokasi desa yang berada di Kota Sawahlunto memberikan nuansa sejarah yang unik karena berkaitan dengan era pertambangan kolonial yang mempengaruhi struktur sosial dan demografis masyarakat. Ketiga, proses pembentukan desa melalui penggabungan dan pemekaran wilayah mencerminkan dinamika politik lokal dan nasional yang mempengaruhi struktur pemerintahan di tingkat grassroot. Keempat, keberadaan berbagai dusun dengan nama dan sejarah yang berbeda memberikan gambaran tentang kekayaan budaya dan tradisi lokal yang masih dipertahankan oleh masyarakat.
Berdasarkan latar belakang masalah dan kesenjangan penelitian yang telah diidentifikasi, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah Desa Kubang Utara Sikabu di Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap proses sejarah pembentukan desa dari masa nagari hingga menjadi struktur desa modern, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan nama dan struktur administratif desa, mendokumentasikan sejarah masing-masing dusun dan asal usul penamaan wilayah, menganalisis dinamika perubahan sosial dan politik yang mempengaruhi perkembangan desa, serta menyusun narasi sejarah komprehensif yang dapat menjadi referensi bagi generasi mendatang dan penelitian selanjutnya.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah (historical research) yang bertujuan untuk merekonstruksi peristiwa masa lalu secara sistematis dan objektif. Menurut Creswell & Poth (2018), penelitian kualitatif merupakan pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang diberikan individu atau kelompok terhadap masalah sosial atau kemanusiaan. Dalam konteks penelitian sejarah, Kuntowijoyo (2013) menyatakan bahwa metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Penelitian ini menggunakan informan penelitian yaitu tokoh masyarakat Bapak Yusril dan Bapak Rudi yang dipilih berdasarkan kriteria memiliki pengetahuan mendalam tentang sejarah desa, merupakan tokoh masyarakat yang dihormati, dan memiliki kredibilitas dalam menyampaikan informasi sejarah. Menurut Sugiyono (2019), pemilihan informan dalam penelitian kualitatif harus mempertimbangkan kredibilitas, kompetensi, dan aksesibilitas informan terhadap fenomena yang diteliti.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga metode utama yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kondisi fisik desa, bangunan bersejarah, dan lingkungan yang berkaitan dengan sejarah desa. Bungin (2020) menjelaskan bahwa observasi merupakan kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya untuk melakukan pengamatan dengan sistematis terhadap fenomena yang diselidiki. Wawancara mendalam dilakukan dengan informan untuk menggali informasi tentang sejarah desa, perubahan struktur administratif, dan cerita rakyat yang berkaitan dengan asal usul nama tempat. Moleong (2021) menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data tertulis berupa dokumen resmi, arsip, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan sejarah desa.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles, Huberman & Saldana (2020) yang terdiri dari reduksi data, display data, dan verifikasi serta penarikan kesimpulan. Reduksi data merupakan proses merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dan mencari tema serta polanya sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas tentang sejarah desa. Display data dilakukan dengan menyajikan data dalam bentuk narasi terstruktur yang memudahkan pemahaman tentang kronologi sejarah desa. Verifikasi dan penarikan kesimpulan dilakukan untuk memastikan keabsahan temuan penelitian dan merumuskan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode untuk menguji keabsahan data yang berhubungan dengan masalah penelitian. Triangulasi sumber dilakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari berbagai informan dan sumber dokumenter untuk memastikan konsistensi dan akurasi data. Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data untuk memperoleh data tentang fenomena yang sama sehingga meningkatkan kredibilitas temuan penelitian. Denzin & Lincoln (2018) menyatakan bahwa triangulasi merupakan strategi untuk meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti terhadap fenomena yang diteliti dan meningkatkan kualitas temuan penelitian melalui konvergensi berbagai perspektif metodologis dalam satu studi.

HASIL

 

Sejarah Desa Kubang Utara Sikabu

Sejarah Desa Kubang Utara Sikabu merupakan narasi komprehensif tentang perkembangan dan transformasi sebuah wilayah administratif di Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat, yang mengalami perubahan struktur pemerintahan dari sistem nagari tradisional menjadi sistem desa modern. Sejarah ini mencakup proses pembentukan desa melalui penggabungan Desa Guguak Pauh dan Desa Sikabu Kanagarian Kubang pada tahun 1987, perubahan nama dari Desa Sikabu menjadi Desa Kubang Utara Sikabu, serta perkembangan wilayah dari lima dusun awal menjadi enam dusun pada tahun 2010. Sejarah desa ini tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah Kota Sawahlunto sebagai bekas kota tambang kolonial Belanda yang mempengaruhi dinamika sosial, politik, dan demografis masyarakat. Dokumentasi sejarah ini menjadi penting sebagai upaya pelestarian memori kolektif masyarakat dan warisan budaya lokal bagi generasi mendatang.
Sejarah Pembentukan Desa Kubang Utara Sikabu
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat Bapak Yusril pada tanggal 4 Agustus 2025, terungkap bahwa sejarah Desa Kubang Utara Sikabu dimulai dari sistem nagari tradisional yang kemudian mengalami transformasi menjadi sistem desa modern. Menurut Bapak Yusril:
“Awalnya nagari satu, jorong delapan, jorong itu pindah ke desa menjadi balai desa, kubang tengah, pasar kubang, sunsek, batu tajam, sikabu desanya empat, empat desa dari jorong atau sikabu, pemekarannya menjadi lima desa, awalnya itu dari jorong delapan dan pindah ke desa menjadi lima desa, disebabkan perubahan peraturan yaitu pulang ke nagari.” (Bapak Yusril, Wawancara, Senin, 4 Agustus 2025, 10.00 WIB)
Informasi ini mengungkapkan bahwa wilayah yang sekarang menjadi Desa Kubang Utara Sikabu awalnya merupakan bagian dari satu nagari dengan delapan jorong. Proses transformasi terjadi secara bertahap dimana delapan jorong tersebut diubah menjadi empat desa, kemudian menjadi lima desa pada tahun 1980-an, dan akhirnya menjadi tiga desa pada tahun 1991. Perubahan struktur ini mencerminkan adaptasi masyarakat lokal terhadap kebijakan pemerintah pusat terkait sistem pemerintahan desa.
Hasil wawancara dengan Bapak Rudi memberikan informasi tambahan tentang asal usul nama Sikabu yang berkaitan dengan Batang Sikabu. Menurut Bapak Rudi:
“Desa sikabu dahulunya ada batang sikabu namanya, batang sikabu itu dekat rumah orang tua kita, ada bak mandi zaman belanda, sumber batang air batang sikabu, zaman belanda ada bak mandi dua buah, maka disana lah sumber mata air disana maka diambil oleh belanda, terus disewa sama keluarga kita, pakai perjanjian surat.” (Bapak Rudi, Wawancara, Senin, 4 Agustus 2025, 11.30 WIB)
Penjelasan ini menunjukkan bahwa nama Sikabu berasal dari Batang Sikabu yang merupakan sumber mata air yang dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemanfaatan sumber air ini dilakukan melalui perjanjian sewa dengan keluarga setempat, yang menunjukkan adanya interaksi antara pemerintah kolonial dengan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam.
Sejarah Dusun-Dusun di Desa Kubang Utara Sikabu
Dusun Mata Air
Dusun Mata Air merupakan dusun tertua di Desa Kubang Utara Sikabu. Berdasarkan hasil wawancara, nama dusun ini berkaitan dengan keberadaan sumber mata air yang menjadi pusat kehidupan masyarakat pada masa awal pembentukan pemukiman. Dusun ini menjadi cikal bakal pembentukan dusun-dusun lainnya di wilayah tersebut.
Dusun Padang Elok
Dusun Padang Elok merupakan dusun kedua yang terbentuk setelah Dusun Mata Air. Nama “Padang Elok” mencerminkan karakteristik geografis wilayah yang berupa padang atau dataran yang indah. Dusun ini berkembang sebagai area pemukiman yang memanfaatkan kondisi geografis yang relatif datar dibandingkan wilayah sekitarnya.
Dusun Sumpahan
Dusun Sumpahan memiliki sejarah yang unik berkaitan dengan cerita rakyat setempat. Berdasarkan hasil wawancara, nama dusun ini berasal dari kisah seorang pemburu yang menyumpahi anjingnya karena tidak pulang setelah berburu. Menurut narasumber:
“Kenapa ada namanya sumpahan itu, ada kaitannya dengan zaman kerajaan tembago dulu sebenarnya puncak dulunya puncak suga namanya, atau pohon sugai, kisahnya yaitu kisah orang berburu, hebatnya anjingnya memangsa rusa, anjingnya tidak pulang-pulang, disumpahin lah anjingnya makanya jadi sumpahan, ada buktinya ada batu yang mirip dengan rusa dan anjing, anjingnya dibawah dan rusanya di atas.”
Cerita ini menunjukkan kekayaan tradisi oral masyarakat yang masih dipertahankan hingga saat ini. Keberadaan batu yang berbentuk menyerupai rusa dan anjing menjadi bukti fisik yang mendukung cerita rakyat tersebut.
Dusun Pondok Batu Dalam
Dusun Pondok Batu Dalam merupakan salah satu dusun awal yang terbentuk dalam struktur Desa Sikabu. Nama dusun ini kemungkinan berkaitan dengan keberadaan pondok atau tempat peristirahatan yang terletak di antara batu-batu besar di wilayah tersebut.
Dusun Air Gantang
Dusun Air Gantang terbentuk setelah penggabungan Desa Guguak Pauh dan Desa Sikabu pada tahun 1987. Nama dusun ini berkaitan dengan penemuan sumber air yang berukuran segantang. Menurut hasil wawancara:
“Air gantang sudah betul sebenarnya menemukan sumber keberadaan sumber air yang seukuran segantang.”
Penamaan ini mencerminkan karakteristik masyarakat yang memberikan nama tempat berdasarkan fenomena alam atau peristiwa penting yang terjadi di wilayah tersebut.
Dusun Luak Badai Indah
Dusun Luak Badai Indah merupakan dusun termuda yang dibentuk pada tahun 2010 untuk mengakomodasi pertambahan penduduk dari kelurahan Pasar dan kelurahan Kubang Sirakuk Utara serta desa atau kelurahan lainnya di Kota Sawahlunto. Pembentukan dusun ini menunjukkan dinamika pertumbuhan penduduk dan pembangunan wilayah yang terus berkembang.
Hasil wawancara dengan Bapak Yusril mengungkapkan informasi penting tentang kronologi sejarah pembentukan desa yang dimulai dari sistem nagari tradisional. Informasi ini menunjukkan bahwa transformasi struktur pemerintahan merupakan proses yang kompleks dan bertahap, bukan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba. Proses pemekaran dari delapan jorong menjadi berbagai desa mencerminkan adaptasi masyarakat lokal terhadap kebijakan pemerintah pusat yang menghendaki keseragaman sistem pemerintahan desa di seluruh Indonesia. Dinamika perubahan ini juga menunjukkan fleksibilitas masyarakat Minangkabau dalam mempertahankan identitas kulturalnya sambil menyesuaikan diri dengan tuntutan modernisasi administratif.
Informasi dari Bapak Rudi tentang Batang Sikabu memberikan pemahaman mendalam tentang interaksi antara masyarakat lokal dengan pemerintah kolonial Belanda. Keberadaan perjanjian sewa untuk pemanfaatan sumber air menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki posisi tawar dalam hubungan dengan penguasa kolonial, meskipun dalam konteks yang terbatas. Hal ini juga mencerminkan pentingnya sumber daya air dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana sumber daya tersebut menjadi basis pembentukan pemukiman. Cerita tentang bak mandi Belanda juga menunjukkan bagaimana infrastruktur kolonial mempengaruhi perkembangan wilayah dan kehidupan masyarakat lokal.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah Desa Kubang Utara Sikabu mencerminkan dinamika perubahan sosial dan politik yang terjadi di tingkat lokal sebagai respons terhadap kebijakan makro. Proses transformasi dari nagari ke desa, perubahan nama, dan pembentukan dusun-dusun baru menunjukkan kemampuan adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan zaman. Aspek yang sudah maksimal dalam proses ini adalah kemampuan masyarakat mempertahankan memori kolektif tentang sejarah desa melalui tradisi oral yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, aspek yang belum maksimal adalah dokumentasi formal tentang sejarah desa yang menyebabkan beberapa informasi penting masih bergantung pada ingatan individual tokoh masyarakat. Penelitian ini menunjukkan pentingnya upaya dokumentasi sejarah lokal untuk memastikan pelestarian warisan budaya dan sejarah bagi generasi mendatang.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah Desa Kubang Utara Sikabu merupakan refleksi dari dinamika perubahan sistem pemerintahan di Sumatera Barat yang mengalami transformasi dari sistem nagari tradisional ke sistem desa modern. Proses transformasi ini sejalan dengan temuan Kato (2005) yang menyatakan bahwa perubahan sistem pemerintahan di Minangkabau merupakan hasil dari dialektika antara tradisi lokal dengan modernisasi yang dibawa oleh pemerintah pusat. Teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Sztompka (2007) juga relevan dalam memahami proses transformasi ini, dimana perubahan terjadi melalui serangkaian adaptasi yang dilakukan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi baru tanpa sepenuhnya meninggalkan identitas kulturalnya.
Temuan penelitian tentang proses pemekaran dari delapan jorong menjadi beberapa desa menunjukkan kompleksitas implementasi kebijakan nasional di tingkat lokal. Hal ini sejalan dengan penelitian Asoka et al. (2016) yang mengungkap bahwa perkembangan Sawahlunto sebagai kota tambang mempengaruhi struktur administratif wilayah-wilayah di sekitarnya. Penelitian sebelumnya oleh Batubara (2004) juga menunjukkan bahwa penerapan sistem desa di Kota Sawahlunto menghadapi tantangan dalam hal efisiensi pelayanan kepada masyarakat dibandingkan dengan sistem nagari tradisional. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kubang Utara Sikabu berhasil beradaptasi dengan perubahan sistem melalui pembentukan struktur baru yang mengakomodasi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan administratif modern.
Aspek sejarah oral yang terungkap dalam penelitian ini, khususnya cerita tentang Dusun Sumpahan dan Batang Sikabu, menunjukkan kekayaan tradisi lokal yang masih dipertahankan masyarakat. Menurut penelitian Zico et al. (2025) tentang tradisi dan kebudayaan di Desa Talawi Hilie, masyarakat Sawahlunto memiliki kesadaran tinggi untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian ini yang menunjukkan bahwa meskipun struktur administratif berubah, masyarakat tetap mempertahankan memori kolektif tentang sejarah dan tradisi lokal melalui cerita rakyat dan penamaan tempat yang bermakna.
Berdasarkan analisis mendalam terhadap temuan penelitian, sejarah Desa Kubang Utara Sikabu mencerminkan kemampuan adaptasi masyarakat Minangkabau dalam menghadapi perubahan zaman. Proses transformasi dari sistem nagari ke desa menunjukkan fleksibilitas budaya lokal yang mampu mengintegrasikan elemen-elemen modern tanpa sepenuhnya meninggalkan akar tradisionalnya. Keberadaan cerita rakyat seperti kisah Dusun Sumpahan dan sejarah Batang Sikabu menunjukkan bahwa masyarakat memiliki mekanisme pelestarian budaya yang efektif melalui tradisi oral. Namun, ketergantungan pada memori individual tokoh masyarakat dalam pelestarian sejarah menunjukkan perlunya upaya dokumentasi formal yang sistematis untuk memastikan keberlanjutan pelestarian warisan budaya dan sejarah lokal bagi generasi mendatang.
Menurut Pelly (2020), dokumentasi sejarah lokal merupakan bagian penting dari pelestarian identitas budaya masyarakat. Penelitian Syarifuddin (2021) juga menekankan pentingnya integrasi sejarah oral dengan dokumentasi formal dalam menjaga kontinuitas warisan budaya. Dalam konteks globalisasi dan modernisasi, Kuntowijoyo (2013) menyatakan bahwa sejarah lokal menjadi fondasi penting untuk memahami identitas dan jati diri masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kubang Utara Sikabu telah berhasil mempertahankan identitas lokalnya melalui berbagai mekanisme informal, namun memerlukan dukungan sistem formal untuk memastikan pelestarian jangka panjang.
Dinamika perubahan nama desa dari Sikabu menjadi Kubang Utara Sikabu juga mencerminkan pengaruh kebijakan administratif terhadap identitas lokal. Menurut Anderson (2020), perubahan nama tempat sering kali mencerminkan perubahan kuasa dan orientasi politik. Dalam konteks penelitian ini, perubahan nama menunjukkan proses adaptasi terhadap struktur administratif baru sambil tetap mempertahankan elemen identitas lama melalui penggunaan nama “Sikabu”. Proses pembentukan dusun baru seperti Luak Badai Indah pada tahun 2010 menunjukkan dinamika pertumbuhan dan pembangunan yang terus berlanjut, yang memerlukan fleksibilitas dalam struktur pemerintahan desa.
Interaksi antara masyarakat lokal dengan pemerintah kolonial Belanda yang terungkap melalui cerita Batang Sikabu memberikan perspektif penting tentang sejarah hubungan kekuasaan di tingkat lokal. Menurut Kartodirdjo (2019), interaksi antara penguasa kolonial dengan masyarakat lokal seringkali melibatkan negosiasi dan kompromi yang kompleks. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki agency dalam hubungan dengan penguasa kolonial, meskipun dalam konteks yang terbatas. Hal ini memberikan nuansa baru dalam pemahaman sejarah kolonial yang tidak selalu bersifat eksploitatif secara sepihak.
Secara metodologis, penelitian ini menunjukkan pentingnya pendekatan interdisipliner dalam kajian sejarah lokal yang mengombinasikan metode sejarah oral dengan analisis dokumen. Pendekatan ini sejalan dengan tren modern dalam historiografi yang menekankan pentingnya multiple voices dan perspektif bottom-up dalam penulisan sejarah. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sejarah lokal tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah yang lebih luas, dalam hal ini sejarah Kota Sawahlunto sebagai kota tambang kolonial yang mempengaruhi perkembangan desa-desa di sekitarnya.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa sejarah Desa Kubang Utara Sikabu merupakan cerminan dari dinamika perubahan sistem pemerintahan di Sumatera Barat yang mengalami transformasi dari sistem nagari tradisional menjadi sistem desa modern. Desa ini terbentuk melalui proses sejarah yang panjang, dimulai dari delapan jorong dalam satu nagari Kubang yang kemudian mengalami pemekaran bertahap menjadi beberapa desa. Desa Kubang Utara Sikabu sebagaimana yang dikenal sekarang merupakan hasil penggabungan Desa Guguak Pauh dan Desa Sikabu Kanagarian Kubang pada tahun 1987, yang kemudian berganti nama menjadi Kubang Utara Sikabu seiring dengan perluasan Kota Sawahlunto.
Sejarah desa ini tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah Kota Sawahlunto sebagai bekas kota tambang kolonial Belanda yang mempengaruhi struktur sosial dan demografis masyarakat. Nama Sikabu berasal dari Batang Sikabu yang merupakan sumber mata air yang dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui perjanjian sewa dengan masyarakat setempat. Setiap dusun di Desa Kubang Utara Sikabu memiliki sejarah dan cerita asal usul yang unik, mulai dari Dusun Mata Air sebagai dusun tertua hingga Dusun Luak Badai Indah yang dibentuk pada tahun 2010 untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk.
Penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kubang Utara Sikabu berhasil mempertahankan identitas lokal dan memori kolektif tentang sejarah desa melalui tradisi oral yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, ketergantungan pada memori individual tokoh masyarakat dalam pelestarian sejarah menunjukkan perlunya upaya dokumentasi formal yang sistematis. Proses transformasi struktur pemerintahan mencerminkan kemampuan adaptasi masyarakat Minangkabau dalam menghadapi perubahan zaman tanpa sepenuhnya meninggalkan akar tradisionalnya. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi pemahaman sejarah lokal di Sumatera Barat dan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya tentang dinamika perubahan sosial dan politik di tingkat desa.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. (2020). Komunitas terbayang: Refleksi tentang asal usul dan penyebaran nasionalisme. Insist Press.
Asoka, A., Samry, W., Zubir, Z., & Zulqayyim. (2016). Sawahlunto dulu, kini, dan esok: Menjadi kota wisata tambang yang berbudaya. Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas.
Batubara, M. Y. (2004). Sistem pemerintahan nagari di Kota Sawahlunto: Studi kasus di Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat [Tesis, Universitas Gadjah Mada].
Bungin, B. (2020). Metodologi penelitian kualitatif: Aktualisasi metodologis ke arah ragam varian kontemporer. Rajawali Pers.
Creswell, J. W., & Poth, C. N. (2018). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches (4th ed.). SAGE Publications.
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2018). The SAGE handbook of qualitative research (5th ed.). SAGE Publications.
Kartodirdjo, S. (2019). Pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah. Ombak.
Kato, T. (2005). Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah. Balai Pustaka.
Kuntowijoyo. (2013). Pengantar ilmu sejarah. Tiara Wacana.
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2020). Qualitative data analysis: A methods sourcebook (4th ed.). SAGE Publications.
Moleong, L. J. (2021). Metodologi penelitian kualitatif. Remaja Rosdakarya.
Pelly, U. (2020). Urbanisasi dan adaptasi: Peranan misi budaya Minangkabau dan Mandailing. Pustaka LP3ES Indonesia.
Sugiyono. (2019). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Syarifuddin, A. (2021). Pelestarian sejarah lokal melalui dokumentasi tradisi oral di Sumatera Barat. Jurnal Sejarah dan Budaya, 15(2), 45-62.
Sztompka, P. (2007). Sosiologi perubahan sosial. Prenada Media.
Zico, M., Ramadhan, F., Hikmah, N., Zulaikha, & Heristin, K. (2025). Tradisi, adat dan kebudayaan di Desa Talawi Hilie, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(4), 766-771.
LAMPIRAN
Tabel 1: Instrumen Wawancara dan Hasil Wawancara
No
Pertanyaan
Informan
Jawaban
Reduksi Data
Display Data
Kesimpulan
1
Bagaimana sejarah awal pembentukan Desa Kubang Utara Sikabu?
Bapak Yusril
“Awalnya nagari satu, jorong delapan, jorong itu pindah ke desa menjadi balai desa, kubang tengah, pasar kubang, sunsek, batu tajam, sikabu desanya empat, empat desa dari jorong atau sikabu, pemekarannya menjadi lima desa”
Transformasi dari sistem nagari dengan 8 jorong menjadi 4 desa, kemudian 5 desa
Proses pemekaran bertahap: 8 jorong → 4 desa → 5 desa
Desa terbentuk melalui proses transformasi sistem pemerintahan yang bertahap
2
Apa asal usul nama Sikabu dalam Desa Kubang Utara Sikabu?
Bapak Rudi
“Desa sikabu dahulunya ada batang sikabu namanya, batang sikabu itu dekat rumah orang tua kita, ada bak mandi zaman belanda, sumber batang air batang sikabu”
Nama Sikabu berasal dari Batang Sikabu yang merupakan sumber air pada masa kolonial
Batang Sikabu = sumber air + bak mandi Belanda + perjanjian sewa
Nama desa berasal dari sumber mata air yang dimanfaatkan kolonial Belanda
Tabel 2: Instrumen Observasi dan Hasil Observasi
No
Aspek Observasi
Lokasi
Hasil Observasi
Reduksi Data
Display Data
Kesimpulan
1
Kondisi geografis desa
Seluruh wilayah Desa Kubang Utara Sikabu
Desa terletak di daerah berbukit dengan beberapa area datar, terdapat sumber-sumber air
Topografi berbukit dengan sumber air alami
Kondisi geografis mendukung sejarah penamaan dusun-dusun
Kondisi geografis mendukung narasi sejarah yang disampaikan informan
2
Bukti fisik sejarah
Dusun Sumpahan
Ditemukan formasi batu yang menyerupai bentuk hewan sesuai cerita rakyat
Keberadaan bukti fisik mendukung cerita oral
Formasi batu = bukti fisik cerita Sumpahan
Tradisi oral didukung oleh bukti fisik di lapangan
 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini