Metro Padang – Hari masih terbilang pagi, mentari pun masih “malu-malu” menampakan rupa pada Kamis 6 Januari 2022, sekitar jam 07.05 WIB itu. Kendati begitu, kondisi itu tak menjadi halangan untuk melakukan perbincangan santai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Perkumpulan Perusahaan Perusahaan Media Online Indonesia (MOI) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Anul Zufri SH, MH
Sambil menyeruput kopi robusta hasil alam Kabupaten Solok Selatan di sebuah warung di bilangan GOR Haji Agus Salim Padang, Anul Jufri mulai perbincangan terkait aspek kesejahteraan wartawan di Sumbar yang dinilainnya masih rendah.
Dalam penilaian Anul Jufri, Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Sumbar masih rendah, dan hal itu berdampak pada minimnya tingkat kesejahteraan dan pendidikan wartawan di Sumbar. Namun demikian kata dia menambahkan, kebebasan pers dalam menjalankan tugas jurnalistik skornya masih bagus.
“Sampai hari ini persoalan gaji yang rendah masih menjadi tantangan untuk menjadikan jurnalis profesional dalam menjalankan tugasnya. Perusahaan media semestinya mampu menggaji jurnalisnya minimal sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP) yang setiap tahunnya terus naik,” kata Anul.
Hal tersebut kata dia, harus menjadi catatan penting dan menjadi perhatian khusus berbagai kalangan di Sumbar.
“Hal tersebut harus menjadi perhatian semua tanpa menyalahkan siapapun. Ini menjadi bagian penting dari tugas komunitas publik dan media jurnalistik itu sendiri,” ujarnya.
Namun demikian, kata pria yang berhasil mempertahankan tesis S2-nya berjudul Pertanggung Jawaban Perusahaan Pers Terhadap Kesejahteraan Wartawan di Kota Padang di hadapan empat orang profesor bidang hukum dengan nilai sangat bagus ini pada tahun 2018 itu, hal ini mungkin bisa diatasi bila seorang kepala negara maupun kepala daerah memiliki perhatian khusus terhadap kondisi ini, paling tidak ia memahami beratnya tugas dan tantangan seorang wartawan di lapangan.
“Bila kepala negara atau kepala daerah memiliki pengetahuan atau memiliki pengalaman pernah menjadi wartawan, maka ia tentu akan memiliki perhatian terhadap hal ini. Ini sangat memungkinkan terjadi, karena sejarah mencatat jika tiga Presiden Republik Indonesia memiliki segudang pengalaman di bidang jurnalistik, yaitu Presiden Soekarno, BJ Habibie, dan Gus Dur,” kata Anul dengan mimik serius.
Bung Karno kata dia, senantiasa memakai nama Bima ketika menulis di Oetoesan Hindia, koran milik Tjokroaminoto, yang merupakan bapak kosnya di Surabaya. Ia juga pernah aktif sebagai anggota dewan redaksi Bendera Islam, suratkabar yang kemudian hari berganti nama Fadjar Asia.
“Soekarno bersama kawan-kawannya sesama mahasiswa, juga pernah menerbitkan majalah Soeloeh Moeda Indonesia, pada 1926. Majalah bulanan ini dipimpin dan diterbitkan Bung Karno dengan segala biaya yang ia kumpulkan dari honorariumnya sebagai seorang arsitek,” beber Anul Zufri.
Sedangkan BJ Habibie, kata Anul lagi, bahkan disebut sebagai ‘Bapak Jurnalis’, karena Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjadi titik awal kebebasan pers lahir dan ditandatangani pada masa kepemimpinannya menjadi Presiden RI ke-3. Kemudian Gus Dur, seorang presiden yang dikenal sebagai Pahlawan Pluralisme ini, pernah menjadi jurnalis di majalah Sastra Horizon dan Budaya Jaya. Gus Dur juga aktif sebagai kontributor utama Majalah Prisma dan Panji Masyarakat yang didirikan Buya Hamka.
“Gus Dur juga aktif menulis di Majalah Tempo dalam kurun tahun 1975 – 1992,” ungkap Anul Jufri.
Tak hanya itu kata Anul menambahkan, Wakil Presiden Adam Malik juga merupakan seorang wartawan. Adam Malik dan beberapa tokoh jurnalis pergerakan nasional mendirikan Kantor Berita Antara di Jakarta pada 1937, dan bisa mencapai posisi puncak walau ijazahnya tidak bisa dibilang tinggi.
“Jika dilihat dari ijazahnya, Adam Malik hanya lulusan sekolah dasar. Meski di masa kini tampak remeh. Pada sebelum 1940-an, bisa sekolah hingga level SD adalah sebuah keberuntungan,” ungkap Anul.
Jadi kata Anul, dalam pengamatannya, tiga orang mantan presiden dan seorang wakil presiden yang “berasal” wartawan itu jelas-jelas berbeda lakek tangannya dengan mantan presiden lainnya.
Berkaca dari pengalaman itu, kata Anul, agar persoalan kesejahteraan wartawan di Sumbar yang dinilainnya masih rendah itu, mungkin bisa dicarikan solusinya bila masyarakat cerdas untuk melirik dan memilih kepala daerah yang memiliki latar belakang seorang wartawan.
Sumbar kata Anul menegaskan memiliki sosok mantan wartawan yang dinilai tokoh dan takah untuk dianjuangkan dan berpengalaman di panggung politik nasional. Ia adalah Dr. H. Alirman Sori, S.H., M.Hum., M.M, yang merupakan seorang politikus dan senator yang menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat untuk periode tahun 2009-2014 dan 2019 – 2024 serta pernah menjadi Ketua DPRD Kabupaten Pesisir Selatan pada periode 2004-2009.
“Dengan pengalaman beliau sebagai mantan wartawan Harian Singgalang dan kiprah politiknya di kancah nasional, saya yakin Alirman Sori mampu memberi perubahan bagi Sumbar dan mencarikan solusi terhadap persoalan minimnya tingkat kesejahteraan bagi wartawan,” kata Anul Zufri. (nul)