Paparan Ujaran Kebencian di Media Sosial: Pengaruh Terhadap Hubungan Sosial Mahasiswa

0
1973
iklan
Oleh :
Hafid Fitrah Ramadhan 2411512007
Khairina Amalia Alpianif 2411211011
Nabila Alya Yulyanti 2210112203
Najla Fitrisya Anando 2410111122
Vania Dwi Anugrah Putri 2411211030
Zega Vibiano Delta 2411511009
Fakultas Hukum Universitas Andalas
Di era digital saat ini, media sosial menjadi salah satu sarana utama bagi mahasiswa untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan berinteraksi dengan sesama. Meskipun media sosial memberikan kemudahan dalam menjalin hubungan sosial, ia juga menghadirkan tantangan, terutama terkait dengan penyebaran ujaran kebencian.
Ujaran kebencian di media sosial tidak hanya berpotensi menimbulkan ketegangan sosial, tetapi juga berdampak pada pola interaksi antarindividu, terutama di kalangan mahasiswa. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana paparan ujaran kebencian di media sosial memengaruhi dinamika hubungan sosial mahasiswa serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan dampak negatifnya.
Ujaran Kebencian di Media Sosial: Definisi dan Penyebaran
Ujaran kebencian merujuk pada segala bentuk ekspresi verbal atau tulisan yang bertujuan untuk menyerang atau merendahkan kelompok atau individu berdasarkan identitas mereka, seperti ras, agama, etnis, jenis kelamin, atau orientasi seksual. Dalam konteks media sosial, ujaran kebencian dapat dengan mudah menyebar dan mencapai audiens yang lebih luas dalam waktu singkat, berkat sifat platform yang terbuka dan aksesibilitas yang tinggi. Sebagai sarana komunikasi massa, media sosial, yang digunakan oleh hampir seluruh kalangan, termasuk mahasiswa, dapat memperburuk polarisasi sosial melalui penyebaran pesan kebencian ini.
Bagi mahasiswa, media sosial berfungsi tidak hanya sebagai sarana hiburan tetapi juga sebagai ruang untuk mengembangkan koneksi sosial, berbagi ide, serta berpartisipasi dalam diskusi kritis. Namun, paparan terhadap ujaran kebencian yang sering ditemui di platform media sosial dapat mengubah pengalaman mereka dalam berinteraksi dengan sesama, bahkan dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional dan sosial mereka.
Dampak Paparan Ujaran Kebencian pada Hubungan Sosial Mahasiswa
  1. Penurunan Empati dan Toleransi Sosial
   Paparan yang terus-menerus terhadap ujaran kebencian dapat menyebabkan penurunan tingkat empati mahasiswa terhadap kelompok atau individu yang berbeda pandangan. Hal ini terutama terlihat pada mahasiswa yang lebih sering terpapar konten negatif terkait ras, agama, atau isu sosial tertentu. Pengaruh jangka panjang dari paparan tersebut dapat menciptakan sikap skeptis dan menghambat pengembangan hubungan sosial yang positif antara mahasiswa dengan latar belakang berbeda. Misalnya, mahasiswa yang terpapar pandangan ekstrem atau diskriminatif cenderung mengurangi interaksi dengan kelompok yang dianggap berbeda pandangan.
  1. Polarisasi Sosial yang Mengarah pada Fragmentasi Kelompok
   Ujaran kebencian juga memicu polarisasi dalam kelompok sosial mahasiswa. Polarisasi ini tercipta ketika mahasiswa mulai membentuk kelompok-kelompok yang hanya terdiri dari individu dengan pandangan serupa. Hal ini menciptakan ruang sosial yang terpecah, di mana diskusi terbuka dan inklusif menjadi sulit tercapai. Sebagai contoh, mahasiswa yang terpapar pada pandangan yang sangat berbeda atau bertentangan cenderung menjauh dari kelompok lain, memperburuk rasa saling tidak percaya dan mempersempit ruang dialog.
  1. Dampak Psikologis yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
   Selain dampak sosial, paparan ujaran kebencian juga berdampak pada kondisi psikologis mahasiswa. Stres, kecemasan, dan gangguan emosional merupakan respons umum yang muncul pada individu yang sering terpapar konten berisi kebencian. Stres tersebut bisa memengaruhi kesejahteraan mental mahasiswa, yang pada gilirannya memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan teman sekelas, dosen, atau bahkan keluarga mereka. Dalam beberapa kasus, dampak psikologis ini dapat memperburuk kondisi kesehatan mental yang lebih serius.
Strategi Mengurangi Dampak Ujaran Kebencian pada Mahasiswa
Untuk mengurangi dampak buruk dari ujaran kebencian di media sosial, beberapa langkah dapat diambil, baik oleh individu, kampus, maupun platform media sosial itu sendiri.
  1. Edukasi Literasi Digital dan Etika Bermedia Sosial
   Mahasiswa perlu dibekali dengan pemahaman tentang etika berkomunikasi di media sosial. Edukasi literasi digital yang memadai dapat membantu mahasiswa mengenali, menghindari, dan melaporkan konten negatif, termasuk ujaran kebencian. Pembekalan ini juga penting untuk mempromosikan keterbukaan dalam berdiskusi dan menghargai perbedaan pandangan dalam ranah digital.
  1. Kerja Sama Antara Pihak Kampus dan Platform Media Sosial
   Kampus dan platform media sosial harus bekerja sama untuk menciptakan ruang digital yang aman dan bebas dari ujaran kebencian. Pihak kampus dapat mengadakan seminar atau lokakarya untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa akan dampak negatif dari ujaran kebencian. Selain itu, platform media sosial juga dapat mengembangkan sistem pemantauan yang lebih ketat dan responsif terhadap konten bermuatan kebencian, sehingga mahasiswa merasa lebih aman dalam berinteraksi di dunia maya.
  1. Penyediaan Layanan Dukungan Psikologis
   Kampus perlu menyediakan layanan konseling yang dapat diakses oleh mahasiswa yang merasa terganggu akibat paparan ujaran kebencian. Layanan psikologis ini akan membantu mahasiswa untuk menangani stres dan kecemasan yang mungkin timbul dari interaksi mereka di media sosial, sekaligus memberikan dukungan untuk meningkatkan kesehatan mental mereka.
Kesimpulan
Paparan terhadap ujaran kebencian di media sosial memengaruhi interaksi sosial mahasiswa dalam berbagai aspek. Dampak negatif yang ditimbulkan, seperti penurunan empati, polarisasi sosial, dan gangguan psikologis, dapat menghambat terciptanya hubungan sosial yang sehat dan inklusif. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari mahasiswa, kampus, dan platform media sosial untuk menciptakan ruang digital yang aman dan mendukung pengembangan hubungan sosial yang positif. Dengan begitu, media sosial dapat kembali berfungsi sebagai sarana yang mendukung kolaborasi, pengembangan diri, dan interaksi sosial yang konstruktif, tanpa harus membawa dampak negatif. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini