Metro Padang – Koalisi Penyelamatan Hutan Untuk Masa Depan Mentawai laporkan sebuah koperasi diduga melakukan perusakan batu karang di Pantai Palimo, Desa Silabu, Kecamatan Pagai Utara serta meminta Dinas Kehutanan Sumatera Barat dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak lagi mengeluarkan izin-izin perusahaan kayu di Pulau Siberut.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mengatakan koalisi menemukan adanya pengrusakan batu karang untuk membuka logpond di Silabu. “Kami menduga tidak ada izin, ini membuat masalah perusakan lingkungan tentunya ini bisa ditarik ke ranah pidana,” kata Indira, Kamis (10/2/2022).
Kemudian kata Indira, saat ini kondisi Pulau Siberut sudah dibebankan Taman Nasional Siberut 190.500 hektar, PT Salaki Summa Sejahtera 47.605 hektar, PT Biomassa Andalan Energi 19.876 hektar, rencana operasional PT. Bumi Alam Sikerei seluas 44.907 hektar.
“Saat ini masyarakat juga lagi sedang mengajukan tanah wilayah adat sebanyak 7.265,05 hektar, untuk sembilan suku sekarang proses administrasi dan verifikasi di KLHK, kemudian ada lagi yang diproses soal hutan adat seluas 20.680,22 hektar oleh 19 suku di Pulau Siberut. kami melihat disini akan ada tumpang tindih PT BAS ini terhadap usulan wilayah adat,” ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat, Yozawardi mengatakan mengenai dugaan perusakan batu karang di Silabu pihaknya akan menghubungi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi dan Kabupaten serta Dinas Kelautan dan Perikanan. “Tentu ini akan kita rekomendasi DLH karena di dalam PKKNK itu ada Amdalnya apakah disitu sudah dilakukan mitigasi kita coba diskusikan dengan DLH Provinsi dan kabupaten, serta DKP, secepatnya,” ujarnya.
Yoz juga mengatakan soal PT. BAS yang seluas 44 ribu hektar pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi, hanya memerintahkan dinas kehutanan untuk membuat kajian teknis. “Sampai sekarang kami belum menerbitkan karena kami memastikan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 8 tahun 2021 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi. Kami masih mempertimbangkan persoalan sosial,” terangnya.
Kata Yoz, ada dua blok kehutanan, blok pemberdayaan meliputi hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan rakyat, hutan adat, hutan tanaman rakyat ataupun kemitraan kehutanan. Kemudian blok pemanfaatan ini soal izin korporasi
Indri meminta untuk tidak mengeluarkan izin-izin lagi di di Pulau Siberut yang masih tersisa 44 ribu hektar itu. “Kami mau pemerintah mendengar suara rakyat bagaimana itu milik masyarakat adat saja kalau ini untuk perusahan ruang kelola tidak berimbang untuk masyarakat,” ujarnya.
Koalisi juga meminta dari hasil pertemuannya dengan DPRD Sumatera Barat dan Kepulauan Mentawai untuk memetakan lahan yang setuju dan tidak setuju namun belum ada sampai saat ini. Karena sampai saat ini masalah lahan PKKNK di Silabu itu ada konflik yang terjadi, dalam satu keluarga itu ada yang tidak setuju dan setuju ini juga harus didudukkan oleh Dinas Kehutanan Sumbar.
Sementara Ketua Koalisi Penyelamatan Hutan Untuk Masa Depan Mentawai, Hieronimus Eko Zebuah mengatakan dari pertemuan yang dibahas PKKNK di Silabu. “Jadi PKKNK di Silabu diduga perusakan terumbu karang, Kadishut akan mencoba pertemuan ulang lagi DLH serta Dinas Perikanan dan Kelautan,” ujarnya.
Kemudian kata Eko, poin kedua dalam pertemuan tersebut mengenai PT. Bumi Alam Sikerei yang luas lahanya sebanyak 44 ribu hektar. “Katanya belum mengeluarkan rekomendasi PT. Bumi Alam Sikerei. Harapan kita tidak dikeluarkan rekomendasi, kemudian masalah PKKNK di Silabu bisa cepat teratasi karena ada dugaan unsur pidana,” ujarnya. (mp)