Oleh : Dr Sosmiarti ( Dosen Fakultas Ekonomi Unand)
Metro Padang.com – Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak kepada kehidupan rumah tangga di seluruh wilayah Nusantara. dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh kepada keberlamjutan penghidupan rumah tangga di daerah bencana. Penghidupan (Livelihood) didefinisikan sebagai suatu kombinasi keberagaman sumberdaya yang dimiliki individu atau rumah tangga yang terdiri dari asset (human capital, natural capital, social capital, financial capital, physical capital ) untuk digunakan sebagai aktivitas serta akses sibilitas sumberdaya dalam mengisi hidup dan penghidupan, terdapat lima aset penghidupan yang disebut Pentagon Aset. Pentagon aset terdiri dari human capital (H) atau modal sumberdaya manusia, natural capital (N) adalah modal alam, financial capital (F) atau modal keuangan, social capital (S) atau modal sosial, dan physical capital atau modal fisik.
Suatu kehidupan yang ditunjang oleh interaksi antara orang, asset nyata dan asset tidak nyata akan mempengaruhi kemampuan dalam mencari nafkah (livelihood capabilities), namun. masalah mempertahankan kelangsungan hidup akan berbeda-beda menurut derajatnya dan tujuan yang hendak dicapai oleh masing- masing individu. Artinya, ketika individu atau rumah tangga memiliki kekuatan dalam penguasaan asset dimanapun dia berada, dan apapun kondisi yang dia hadapi, maka livelihoodnya akan kuat, kalaupun terjadi goncangan itu hanya bersifat sementara, dan bahkan goncangan tersebut cenderung akan memberikan kekuatan tersendiri baginya untuk bangkit dan meningkatkan kualitas kehidupan ekonominya untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Untuk itu perlu pengelolaan asset dan strategi dalam mencari nafkah. Strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber penghidupan yang ada disekitar masyarakat. Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi penghidupan yang beragan pula..
Pada masyarakat pedesaan, Strategi bertahan hidup terkait dengan sumber daya alam dan sistem pertanian. Beberapa bentuk strategi yang mereka lakukan adalah: Akumulasi asset pada saat panen untuk digunakan pada masa paceklik, gotong royong antara anggota keluarga dan anggota masyarakat dalam mengelola makanan dan sumber daya alam pada saat krisis, migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan, penggantian/ penganekaragaman jenis tanaman dan cara bercocok tanam, mengumpulkan tanaman- tanaman liar untuk makanan, penghematan konsumsi makanan, peminjaman kredit dari anggota keluarga, pedagang atau lintah darat, penjualan simpanan benda – benda berharga ( emas dan perabotan), penjualan aset produktif (tanah dan binatang ternak), penerapan ekonomi subsistem, buka warung, memanfaatkan remitan serta pemanfaatan bantuan pemerintah pada saat krisis.
Pada masyarakat perkotaan, rumah tangga cenderung menghadapi masalah yang lebih berat dan kompleks, karena sumber daya alam umumnya tidak dapat digunakan secara bebas, sistem kekerabatan lebih lemah, kondisi lingkungan juga lebih berat dan kerap berbahaya (polusi, kejahatan). Maka strategis bertahan hidup yang mereka lakukan adalah: (1). Meningkatan asset: yaitu melibatkan lebih banyak anggota keluarga untuk bekerja, memulai usaha kecil-kecilan, memulung barang-barang bekas, menyewakan kamar, menggadaikan barang, meminjam uang di bank atau ke lintah darat. (2). Mengontrol konsumsi: yaitu mengurangi jenis dan pola makan, membeli barang-barang murah, mengurangi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan, mengurangi kunjungan ke desa, memperbaiki rumah atau alat-alat rumah tangga sendiri. (3). Mengubah komposisi keluarga: yaitu migrasi ke desa atau ke kota lain, meningkatkan jumlah anggota rumah tangga untuk memaksimalkan pendapatan, menitipkan anak ke kerabat atau keluarga lain baik secara temporer maupun permanen.
Terkait dengan kesejahteraan, Kesejahteraan ekonomi keluarga dapat dilihat dari pemenuhan input keluarga seperti; pendapatan, pengeluaran, upah dan aset. Kesejahteraan material, dapat diukur dari bentuk barang dan jasa yang diakses keluarga. Kesejahteeraan keluarga mempunyai jenjang berdasarkan pemenuhan kebutuhan. Tingkat terendah dari jenjang tersebut adalah pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu; sandang, pangan dan papan. Jenjang berikutnya adalah kebutuhan akan rasa aman, dilanjutkan dengan kebutuhan sosial kemasyarakatan dan terakhir adalah kebutuhan untuk dihargai.
Jika semua kebutuhan pada setiap jenjang sudah terpenuhi, seorang individu atau rumah tangga sudah dapat dikatakan sejahtera. Tetapi, pemenuhan kebutuhan tersebut dibatasi oleh besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Jika terjadi peningkatan pendapatan tapi tidak merubah pola konsumsi, maka rumah tangga tersebut dapat dikatakan sejahtera
Tingkat kesejahteraan rumah tangga dari sisi pengeluaran dapat disetarakan dengan pengeluaran untuk beras perkapita pertahunnya, yang disetarakan dengan harga beras rata-rata di daerah setempat. Tingkat pengeluaran ini tergantung pada tingkat pendapatan, status sosial, jumlah anggota keluarga, harga pangan, proses distribusi serta prinsip pangan.
Pengukuran kesejahteraan mulai menunjukkan perkembangan dengan semakin meluasnya indikator kesejahteraan yang digunakan sebagai ukuran, yaitu; pendapatan, pengeluaran rumah tangga, keadaan tempat tinggal dan fasilitas tempat tinggal, kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, fasilitas transportasi serta kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan. Perkembangan pengukuran indikator kesejahteraan keluarga saat ini adalah mengkaitkan tingkat kesejahteraan dengan indikator kemiskinan. Hal ini dilakukan karena indikator ini dapat menggambarkan taraf kesejahteraan, kehidupan masyarakat secara umum.Indikator tersebut meliputi; kependudukan, kesehataan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, kemiskinan dan sosial lainnya.
Indikator kesejahteraan rumah tangga ini berkembang lagi dengan menggandengkan indikator kesejahteraan subjektif, kesejahteraan inti dan kesejahteraan lingkungan pendukung untuk melihat tingkat kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga. Secara statistikkesejahteraan subjektif terdiri dari perasaan sejahtera, perasaan miskin dan perasaan bahagia.Kesejahteraan inti terdiri dari kesehatan dan gizi, kekayaan materi dan pengetahuan. Sedangkan lingkungan pendukung terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan politik, ketergantungan pada hutan, infrastruktur dan layanan.
Perubahan kesejahteraan masyarakatsebelum dan selama pandemo covid 19 pada penelitian ini menggunakan nilai indeks kesejahteraan. Indeks ini menghimpun 6 indikator dari berbagai aspek, yaitu indikator kesehataan dan gizi, kekayaaan materi, pendidikan dan keterampilan, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan lingkungan alam. Semua indikator ini disusun dengan menggabungkan indikator kesejahteraan yang dikemukakan oleh BPS (2016, 2012 dan 2005), Cahyat (2007 ), Sajogyo (1997), Mosher (1987) dan Puspitawati (2005). Indikator yang digunakan dirancang untuk menggambarkan keberlanjutan penghidupan rumah tangga pada masa Pandemi Civid-19 di Sumatera Barat..
Perhitungan nilai indeks kesejahteraan menunjukkan adanya fluktuasi yang cukup besar pada beberapa indikator indeks sesudah bencana. Sebelum Pandemi, nilai indeks kesejahteraan yang diperoleh adalah sebesar 50 poin. Nilai ini berada pada posisi sedang untuk batasan kesejahteraan di Sumatera Barat.
Indeks kesejahteraan sebesar 50 poin merupakan hasil dari nilai indeks indikator kesehatan dan gizi sebesar 66 poin, indeks kekayaan materi 75 poin, indeks pendidikan dan keterampilan sebesar 44 poin, indeks lingkungan ekonomi sebesar 33 poin, indeks lingkungan sosial sebesar 38 poin, dan indeks lingkungan alam sebesar 45 poin. Perkembangan dari perhitungan nilai indikator akan menentukan hasil indeks kesejahteraan perperiode waktu.
Nilai indeks kesejahteraan responden mengalami penurunan yang cukup besar pada Bulan April dan Mei. Pada kedua periode tersebut nilai indeks berada pada kategori sedang. Namun pada fase setelah bulan juni nilai indeks kembali meningkat pada posisi 47 poin dan terus meningkat sampai pada kondisi bulan juli dengan nilai sebesar 50 poin. Pada kondisi juli nilai indeks telah kembali ke posisi yang sama dengan kondisi sebelum Pandemi. Artinya, tingkat kesejahteraan responden sudah kembali ke kondisi sebelum Pandemi, perhatikan gambar berikut;
Gambar Perkembangan Indeks Kesejahteraan
Sumber:Hasil Survey 2021