Metro Padang.com – Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan terdapat 13,8 juta bidang tanah atau ekuivalen 6,8 juta hektare (Ha) tanah bersertifikat, tetapi belum terpetakan dalam sistem komputerisasi kantor pertanahan (KKP). Kondisi ini disebut sebagai beban dari masa lalu.
“Fakta hari ini, ini beban kita pada masa lalu, sampai hari ini terdapat 13,8 juta bidang tanah yang itu kalau diukur se-ekuivalen dengan 6,8 juta Ha tanah sudah terdaftar, ada sertifikatnya, namun dalam kenyataannya tidak terpetakan dalam sistem komputerisasi kantor pertanahan,” kata Nusron dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi, Senin (16/12/2024).
Jumlah itu setara dengan sekitar 9% dari total 70 juta Ha tanah di Area Penggunaan Lain (APL) se-Indonesia di luar hutan. Kondisi ini yang kemudian sering menimbulkan konflik pertanahan.
“Apalagi kalau menyangkut tiba-tiba ada PSN dan dibutuhkan, orang itu bisa tumpang tindih dan double sertifikat karena ada sertifikatnya tapi pada masa lalu tidak ada petanya,” ucapnya.
“Sekitar 9% yang model seperti ini, cukup tinggi, karena itu kami butuh partisipasi dan bersama-sama dengan kepala daerah baik Gubernur maupun Kabupaten/Walikota,” tambahnya.
Adanya bidang tanah terdaftar namun belum dipetakan karena data fisik yang terdahulu khususnya bidang tanah yang terdaftar sebelum tahun 2012. Saat ini Kantor Pertanahan sulit untuk menemukan subjek pemilik bidang tanah untuk menginformasi bahwa sertifikat yang mereka miliki belum terpetakan dalam sistem KKP.
Diharapkan dengan adanya integrasi data kependudukan dengan data pertanahan, dapat mengetahui alamat subjek maupun ahli waris subjek.
Dengan demikian secara sistem dapat diberikan pemberitahuan kepada pemilik bidang tanah untuk memetakan secara mandiri melalui Aplikasi Sentuh Tanahku (Mobile Apps) dan Bhumi ATR/BPN (bhumi.atrbpn.go.id) atau mendatangi loket di Kantor Pertanahan. (aid/rrd)