Korelasi UU No.6 Tahun 2014 Dengan Konsep Desa Wisata, Serta Permasalahannya

0
952
Dalam pembahasaan kali ini penulis mencoba menganalisa korelasi Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang desa dengan konsep desa wisata yang menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah undang-undang yang mengatur mengenai pemberdayaan masyarakat desa dan pembangunan desa di Indonesia.
Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan otonomi desa serta pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan potensi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan. Sedangkan konsep desa wisata merujuk pada pengembangan suatu area atau wilayah pedesaan menjadi tujuan wisata yang menarik bagi wisatawan.
Tujuan utama dari konsep pembangunan desa wisata adalah untuk mempromosikan kehidupan pedesaan, budaya lokal, kearifan lokal, serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Desa wisata tidak hanya berfokus pada aspek pariwisata, tetapi juga bertujuan untuk memperkuat komunitas lokal dan pelestarian lingkungan.
Pada konteks pembangunan desa wisata, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 dapat memiliki korelasi dan implikasi positif terhadap perkembangan desa wisata. Penulis menganalisa beberapa korelasi yang mungkin ada antara undang-undang tersebut dengan pembangunan desa wisata. Korelasi itu antara lain dalam hal pemberdayaan masyarakat lokal. Dalam undang-undang tersebut secara jelas memberikan mandat kepada desa untuk mengelola sumber daya alam dan potensi lokal secara mandiri. Hal ini dapat membantu desa dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi wisata yang dimilikinya, seperti budaya, alam, dan pelestarian budaya lokal, untuk dijadikan daya tarik wisata.
Melalui pelestarian budaya lokal, desa diharapkan konsisten berusaha untuk mempertahankan dan mempromosikan budaya lokal, seperti tradisi, tarian, musik, kerajinan tangan, pakaian tradisional, dan acara budaya lainnya. Ini dapat mencakup pameran seni, lokakarya, pertunjukan budaya, dan sejenisnya.
Pemanfaatan potensi Alam dan Lingkungan menjadi penting untuk menjaga keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan pelestarian lingkungan. Desa wisata harus mempertimbangkan praktik berkelanjutan dalam pengelolaan limbah, perlindungan terhadap alam, dan upaya konservasi.
Adapun dalam pemberdayaan masyarakat lokal, menekankan pada partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan desa wisata. Masyarakat setempat dapat terlibat dalam mengelola atraksi wisata, akomodasi, restoran, serta berbagai kegiatan pendukung lainnya. Ini membantu menciptakan lapangan kerja dan sumber pendapatan baru bagi masyarakat.
Dengan adanya wisatawan yang datang, masyarakat lokal dapat menjual produk-produk lokal, seperti kerajinan, makanan tradisional, dan produk pertanian.
Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh semua pihak dalam upayanya mengembangkan desa wisata wisata ini. Untuk menarik wisatawan, desa wisata biasanya memerlukan infrastruktur yang memadai, seperti akomodasi, fasilitas sanitasi, aksesibilitas, dan fasilitas umum lainnya.
Desa-desa wisata seringkali memiliki infrastruktur dan fasilitas yang terbatas, seperti jalan rusak, kurangnya sanitasi, dan fasilitas kesehatan yang minim. Hal ini dapat menghambat pengalaman wisatawan dan membuat mereka enggan kembali. Pengembangan infrastruktur desa menjadi salah satu syarat dasar dari komponen pariwisata yakni pada penyediaan amenitas wisata.
Desa wisata perlu melakukan upaya promosi dan pemasaran agar menarik wisatawan. Ini dapat melibatkan pemanfaatan media sosial, situs web, pameran pariwisata, dan kerja sama dengan agen perjalanan.  Untuk itu, dalam pengembangan desa wisata memerlukan keterlibatan aktif masyarakat setempat. Kurangnya partisipasi dan kepemilikan dari penduduk lokal dapat mengurangi keberlanjutan proyek wisata tersebut.
Desa wisata sering kali berfungsi sebagai tempat edukasi bagi wisatawan dan masyarakat sekitar. Pengunjung dapat belajar tentang kehidupan pedesaan, teknik pertanian tradisional, metode pengolahan makanan, serta aspek lain dari kehidupan desa.  Sebab layanan yang bervariasi dalam hal kualitas dan profesionalisme dapat mempengaruhi pengalaman wisatawan. Jika pelayanan seperti akomodasi, makanan, dan panduan tidak konsisten, ini bisa berdampak negatif pada citra desa wisata
Namun perlu diperhatikan juga dampak yang terjadi dalam konsep desa wisata ini. Ketika sebuah desa wisata mulai berkembang maka akan muncul konflik, perubahan identitas/ budaya bahkan pengaruh ekonomi yang tidak seimbang bahkan pencemaran lingkungan. Perkembangan desa wisata kadang-kadang dapat memicu konflik antara penduduk lokal dan pemangku kepentingan ekonomi yang berusaha mengambil manfaat dari industri pariwisata. Hal ini bisa terjadi karena perbedaan dalam persepsi tentang pengelolaan sumber daya dan pembagian keuntungan.
Meskipun desa wisata dapat menghasilkan pendapatan bagi beberapa penduduk, tetapi pendapatan sering tidak merata. Beberapa orang mungkin mendapatkan manfaat lebih besar sementara yang lain masih menghadapi kemiskinan. Ini jamak terjadi jika desa tersebut tidak memiliki konsep yang jelas dalam pengembangan dan pembangunan desa wisatanya. Dalam upaya untuk menarik wisatawan, beberapa desa wisata mungkin mengalami transformasi yang mengarah pada kehilangan identitas budaya asli.
Pengunjung yang tidak bertanggung jawab dan pengelolaan yang buruk dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan alam dan kerusakan pada situs budaya bersejarah.Ketika itu terjadi, maka perlu waktu lama dan biaya besar untuk memperbaikinya.  Banyak desa wisata mengalami fluktuasi dalam jumlah wisatawan tergantung pada musim wisata. Ini dapat menciptakan tantangan ekonomi saat pendapatan hanya datang selama periode tertentu. Peningkatan jumlah wisatawan, seringkali terjadi masalah pencemaran lingkungan seperti peningkatan limbah plastik dan sampah, serta polusi udara dan air.
Pada akhirnya penting bagi pemerintah, komunitas lokal, dan pihak terkait lainnya untuk secara aktif mengatasi permasalahan ini melalui pengelolaan yang berkelanjutan, partisipasi masyarakat, regulasi yang tepat, dan program pengembangan yang terencana dengan baik.  Oleh karena itu, implementasi konsep desa wisata akan bergantung pada bagaimana desa dan pemerintah daerah menginterpretasikan serta menerapkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik setiap desa. (mp)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini