Prof. Dr. dr. Abd. Halim, SpPD, SH, MH, MM, MMRS, Ph.D dengan Prof Anul Zufri SH,MH, Ph.D
iklan
Jakarta, 22 Agustus 2025 – Inaugurasi dan seminar Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia (MGBKI) di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jumat (22/8), berlangsung hangat dengan satu isu utama: independensi kolegium kedokteran. Para guru besar menyoroti regulasi baru seperti UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024, yang dinilai berpotensi memangkas otonomi kolegium dengan menempatkannya di bawah kontrol penuh pemerintah.
Deklarasi MGBKI menegaskan tekad menjaga mutu pendidikan, kompetensi, dan integritas profesi kedokteran, serta menolak jika kolegium hanya dijadikan pelaksana teknis dari kebijakan birokratis.
Dalam forum tersebut, pembicara kedua Prof. Dr. dr. Abd. Halim, SpPD, SH, MH, MM, MMRS, PhD, menekankan bahwa kolegium merupakan entitas akademik-profesional yang memikul tanggung jawab vital: menjaga standar kompetensi, kurikulum pendidikan, serta sertifikasi profesi.
“Otonomi kolegium bukan sekadar klaim hak istimewa, melainkan fondasi integritas profesi kedokteran. Tanpa independensi akademik, kolegium tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya sebagai penjaga standar kompetensi dan etika profesional,” ujar Prof. Halim dalam presentasinya.
Strategi Menjaga Kemandirian Prof. Halim juga menawarkan beberapa langkah agar kolegium tetap kuat di tengah intervensi regulasi:
1. Statuta internal yang menegaskan kemandirian akademik-profesional.
2. Advokasi hukum hingga judicial review bila ada pasal yang merugikan otonomi kolegium.
3. Co-regulation: regulasi bersama antara pemerintah dan kolegium, di mana negara menetapkan kerangka umum, tetapi detail keilmuan tetap dipegang profesi.
4. Forum tripartit (Kolegium–Konsil–Kemenkes) sebagai mekanisme check and balance.
5. Advokasi publik melalui tulisan ilmiah, policy brief, dan dialog dengan pemangku kebijakan .
Analisis Filsafat Ilmu: Antara Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan
Isu independensi kolegium ini tak hanya soal kelembagaan, tetapi juga menyentuh filsafat ilmu.
1. Ontologi: Kolegium hadir sebagai entitas akademik yang menjaga keberlangsungan ilmu kedokteran, bukan sekadar alat administratif negara.
2. Epistemologi: Standar kompetensi, kurikulum, dan sertifikasi harus lahir dari proses ilmiah dan bukti akademik, bukan semata pertimbangan politik atau birokrasi.
3. Aksiologi: Tujuan akhir kolegium adalah melindungi masyarakat melalui mutu dokter yang kompeten dan beretika.
Prof. Halim mengingatkan teori Gustav Radbruch: hukum harus menyeimbangkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Jika regulasi hanya menekankan kontrol pemerintah, maka aspek keadilan dan manfaat bagi masyarakat bisa terdistorsi.
Lebih jauh, secara konstitusional, Pasal 28C dan 28D UUD 1945 menjamin hak pengembangan diri dan kepastian hukum yang adil. Artinya, kolegium memiliki landasan filosofis dan yuridis untuk tetap otonom dan independen .
Ikrar Guru Besar Kedokteran
Sebagai bagian dari deklarasi, para guru besar naik ke panggung dan mengucapkan ikrar MGBKI seperti berikut:
Menjunjung tinggi martabat dan integritas profesi kedokteran.Memelihara dan mengembangkan ilmu kedokteran yang rasional, benar, otonom, dan beretika.
Mengawal mutu pendidikan kedokteran demi lahirnya tenaga medis kompeten dan berjiwa pengabdian.
Membela kesehatan rakyat Indonesia dengan kebenaran ilmiah dan keberanian moral.
Mendorong pemerataan pelayanan kesehatan serta perlindungan bagi dokter di seluruh pelosok negeri.
Ikrar ini diikrarkan di Jakarta, 22 Agustus 2025, sebagai komitmen resmi pendirian MGBKI. Dengan terbentuknya MGBKI, para guru besar kedokteran berkomitmen menjaga marwah profesi, memperkuat mutu pendidikan, serta memastikan kebijakan kesehatan Indonesia tetap berpijak pada bukti ilmiah.
Ketua MGBKI, Prof Dr dr Budi Iman Santoso,SpOG (K) dari FKUI menyebut lahirnya majelis bak tonggak sejarah. MGBKI dimaksudkan menjadi forum komunikasi resmi antar-guru besar kedokteran di seluruh Indonesia, sekaligus wadah untuk memberi masukan kebijakan berbasis data ilmiah kepada pemerintah dan para pemangku kepentingan.
Deklarasi ini menandai peran aktif para akademisi senior dalam mengawal arah kebijakan kesehatan nasional, mulai dari pendidikan dokter, distribusi tenaga medis, hingga jaminan kesehatan rakyat.
Deklarasi MGBKI ini menjadi sinyal kuat bahwa para guru besar kedokteran ingin menjaga marwah kolegium sebagai penjaga standar profesi, bukan sekadar perpanjangan tangan birokrasi. Dengan analisis tajam Prof. Abd. Halim, diskursus independensi kolegium kini tidak hanya menjadi wacana organisasi, melainkan menyentuh dasar filsafat ilmu, hukum, dan kepentingan publik. (MP)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini