Halal Bukan Sekadar Label: Indonesia Siap Pimpin Revolusi Ekonomi Syariah Global

0
1084
iklan
Oleh: Muhammad Rafif Gifari, SM
CPNS Kementerian Perindustrian
Mahasiswa Pascasarjana Program MBA Universitas Gadjah Mada
Indonesia saat ini berada pada titik strategis untuk menentukan arah masa depan ekonominya. Dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia, Indonesia bukan hanya menjadi pasar halal yang luas, tetapi juga memiliki peluang besar untuk tampil sebagai produsen utama di tingkat global. Potensi ini sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun 2029, di mana industri halal diharapkan menjadi salah satu motor penggeraknya.
Capaian Indonesia dalam peta ekonomi syariah dunia semakin memperkuat optimisme tersebut. Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 menempatkan Indonesia di posisi ketiga dalam Global Islamic Economy Indicator. Pencapaian ini menunjukkan bahwa Indonesia bukan lagi sekadar konsumen, melainkan mulai diakui sebagai kekuatan penting dalam ekosistem industri halal global. Dalam konteks ketidakpastian ekonomi dunia akibat dinamika geopolitik, krisis iklim, dan revolusi teknologi, keunggulan ini merupakan modal penting untuk memperkuat daya tahan sekaligus daya saing nasional.
Dari sisi kinerja, tren ekspor produk halal Indonesia mencatat perkembangan positif. Sepanjang tahun 2024, nilai ekspor produk halal mencapai 51,4 miliar dolar AS, atau tumbuh 1,70 persen dibanding tahun sebelumnya. Bahkan, peningkatan ekspor produk halal mencapai 7,08 persen, dengan sektor makanan dan minuman sebagai penyumbang utama lebih dari 80 persen.
Data Bank Indonesia juga menunjukkan pangsa pasar produk halal Indonesia secara global telah mencapai 11,34 persen pada 2023 dan ditargetkan menembus 15 persen pada 2025. Fakta ini menggambarkan bahwa industri halal sudah bergerak melampaui sekadar identitas, melainkan menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain sebagai motor industri, halal juga memiliki dimensi lain yang tidak kalah penting: daya tarik wisata. Konsep wisata halal kini menjadi tren global yang semakin diminati, tidak hanya oleh wisatawan dari negara berpenduduk mayoritas muslim, tetapi juga dari negara non-muslim.
Wisatawan kini mencari destinasi yang tidak hanya menawarkan keindahan alam dan budaya, tetapi juga menjamin kenyamanan dari aspek halal, mulai dari kuliner, akomodasi, hingga layanan pendukung. Indonesia, dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah, memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi utama wisata halal dunia. Integrasi antara industri halal dan sektor pariwisata akan memperluas dampak ekonomi, meningkatkan devisa, serta memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem halal global.
Namun, jalan menuju episentrum industri halal dunia tidak tanpa hambatan. Pemahaman pelaku usaha, khususnya UMKM, mengenai sertifikasi halal masih terbatas. Proses sertifikasi sering dianggap berbelit dan mahal, sementara kapasitas lembaga sertifikasi belum mampu mengimbangi tingginya kebutuhan pasar.
Selain itu, basis data pelaku usaha halal yang terintegrasi belum optimal sehingga kebijakan sering kali kurang tepat sasaran. Di sisi lain, negara-negara pesaing seperti Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab telah lebih dulu membangun ekosistem halal yang kuat melalui kebijakan progresif, inovasi, serta promosi global yang agresif.
Menghadapi tantangan tersebut, kolaborasi menjadi kunci. Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan tata kelola halal yang lebih sederhana, memperluas akses sertifikasi, serta memberikan insentif yang mendorong partisipasi UMKM.
Pelaku usaha perlu difasilitasi untuk berinovasi dengan mengoptimalkan bahan baku lokal halal sehingga rantai pasok nasional semakin kuat. Di tingkat global, diplomasi ekonomi halal harus ditingkatkan agar citra Indonesia sebagai pusat industri halal semakin dikenal dan diakui.
Dalam kerangka ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki peran yang sangat strategis, antara lain:
  • Memperkuat daya saing industri halal melalui pembangunan kawasan industri halal.
  • Mengembangkan teknologi produksi berbasis standar halal.
  • Menyediakan fasilitas sertifikasi yang lebih mudah dijangkau.
  • Menyiapkan SDM terampil melalui pendidikan vokasi, pelatihan, dan riset terapan.
  • Mendukung UMKM melalui pendampingan teknis dan insentif fiskal.
  • Mendorong promosi internasional dengan memperkuat merek “Halal Indonesia” di pasar global.
Partisipasi masyarakat juga sangat penting. Kesadaran konsumen untuk memilih produk halal lokal akan menciptakan permintaan yang konsisten. Hal ini mendorong pelaku usaha untuk menjaga standar dan meningkatkan kualitas produk. Sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat inilah yang akan melahirkan ekosistem halal yang tangguh dan berdaya saing.
Apabila strategi ini berjalan konsisten, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat industri halal dunia. Dampak positifnya tidak hanya terlihat pada peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja, tetapi juga pada terwujudnya kemandirian ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Halal tidak boleh lagi dipandang sekadar sebagai label atau kewajiban administratif. Halal harus menjadi strategi besar pembangunan ekonomi bangsa. Dengan peran kuat Kementerian Perindustrian, sinergi lintas sektor, serta dukungan penuh masyarakat, Indonesia berpeluang mengokohkan posisinya sebagai episentrum ekonomi syariah dunia sekaligus mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029. Momentum emas ini ada di depan mata, dan tidak boleh disia-siakan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini