Ribuan masyarakat terlihat memadati lokasi tempat dilaksanakannya prosesi ketujuh dalam rangkaian pembuatan Tabuik Budaya Pariaman di hari ke delapan Muharram 1447 H, yaitu tradisi “Maarak Saroban” yang dilakukan oleh dua kelompok anak Tabuik yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang.
Prosesi Maarak Saroban ini dalam tradisi Budaya Tabuik bukan sekadar arak-arakan biasa, melainkan sebuah proses yang sarat dengan makna dan simbolis yang mengingatkan pada masyarakat akan nilai-nilai keberanian, kebenaran, dan perlawanan terhadap kezaliman yang diperjuangkan oleh Husein, cucu dari Nabi Muhammad SAW.
Biasanya, pada prosesi maarak saroban ini antara dua kelompok tabuik saling berselisih atau saling melewati, dan pada saat perselisihan tersebut terjadilah konflik diantara dua kelompok tabuik, akan tetapi untuk malam ini prosesi basalisiah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat tidak terjadi.
Setelah dikonfirmasi kepada Plt. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pariaman Ferialdi dalam wawancaranya dengan Tim MCP, beliau membenarkan hal tersebut.
“Untuk malam ini proses basalisiah diacara maarak saroban memang kami tiadakan setelah melalui rapat evaluasi dengan tuo tabuik pasa dan tuo tabuik subarang, guna menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Ferialdi.
Hal tersebut dilakukan untuk meredam situasi panas yang terjadi mulai dari awal basalisiah mengambil tanah sampai maarak jari-jari, dan juga disebabkan oleh rentang waktunya prosesi tabuik dengan acara puncak sangat dekat sekali.
“Atas kesepakatan kedua belah pihak dari tuo tabuik pasa dan tuo tabuik subarang maka basalisiah ditiadakan tanpa mengurangi esensi dari acara prosesi maarak saroban yang dilakukan malam ini,” ungkap Ferialdi.
Sementara itu Firman Syakri Pribadi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Adjo Fe, seorang Tokoh Masyarakat dan juga Pengamat Seni dan Pariwisata yang ada di Kota Pariaman, setuju dengan apa yang disampaikan oleh Ferialdi.
“Walaupun tidak terjadi perselisihan malam ini, tapi pertunjukan yang diberikan oleh dua kelompok tabuik masih bisa memberikan tontonan yang menarik bagi pengunjung, dan tidak menghilangkan makna dari prosesi tabuik itu sendiri”, terang Adjo Fe.
“Secara pribadi saya melihat tabuik itu perlu dilestarikan, karena tabuik adalah identitas kolektif orang Pariaman. Dengan bertabuik, kita bisa memelihara silaturahmi, bisa memelihara semangat kegotong royongan, bisa memelihara solidaritas dan tabuik juga sebentuk undangan atau moment bagi warga Pariaman yang merantau untuk bisa pulang ke kampung halamannya,” jelasnya.
Lebih lanjut Adjo Fe menjelaskan, bagi orang-orang yang belum memahami akan arti tabuik itu sendiri, mungkin bisa mempunyai opini yang lain. Saya kira kalau ada orang yang mempunyai opini lain tersebut sah-sah saja, karena itu adalah bagian dari dialektika kita berbangsa dan bernegara.
“Sekali lagi saya sampaikan, secara pribadi saya sangat mendukung sekali tabuik ini diadakan karena memberikan dampak dan manfaat yang positif untuk kita warga Pariaman,” pungkas Adjo Fe. (tachi desi)