Kekhawatiran konflik geopolitik di Timur Tengah semakin meluas memicu keresahan di pasar global. Padahal, pasar sudah ditekankan oleh perang dagang.
Campur tangan Amerika Serikat kian meningkatkan konflik ketegangan di Timur Tengah dengan adanya serangan-serangan balasan yang dilancarkan oleh Iran. Penutupan selat Hormuz pun kian menjadi ancaman pasokan energi global karena selat tersebut merupakan jalur vital perdagangan minyak global.
Konflik yang meluas ini memicu fluktuasi harga minyak dan meningkatkan potensi risiko di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Bloomberg mencatat, harga minyak WTI naik 4% dalam sepekan ke level US$ 73,59 per barel pada Senin (23/6). Minyak Brent juga naik 2,27% dalam sepekan menjadi US$ 76,36 per barel, kemarin. Jika ketegangan berlanjut, apalagi penutupan Selat Hormuz terjadi, premi risiko minyak bisa signifikan, hingga potensi memutar harga minyak bisa mencapai ke atas US$ 100 per barel.
Berita tentang konflik Timur Tengah dan kenaikan harga minyak mendapat sorotan pembaca Kontan. Namun, panasnya konflik geopolitik di Timur Tengah, sepertinya belum menjadi ancaman bagi sejumlah korporasi di Indonesia untuk mencari pendanaan di pasar modal. Sebab, saat ini, ada enam calon emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sedang menjalankan proses Initial Public Offering (IPO). Siapa saja mereka dan cermati tips berinvestasi pada saham IPO bernilai jumbo?